Jumat, 26 Juni 2015

Terapi Keluarga



1. Pengertian Terapi Keluarga
        Terapi keluarga dapat ditempatkan dalam konteks yang lebih luas dari teoritis ilmu psikologi mengenai intervensi keluarga (Liddle, Bray, Levant, & Santisteban, 2002), intervensi keluarga psikologi dapat melibatkan, menilai, dan memperhatikan beberapa sistem dan tingkat pengaruh sosial, termasuk rekan, sekolah, pekerjaan, dan komunitas.
        Suatu metode terapi dimana anggota keluarga memperoleh pemahaman terhadap permasalahannya, mengembangkan komunikasi, dan meningkatkan fungsi dari setiap individu dalam keluarga. Terapi keluarga adalah cara baru untuk mengetahui permasalahan seseorang, memahami perilaku, perkembangan simtom dan cara pemecahannya. Jadi, terapi keluarga adalah metode dimana anggota keluarga memperoleh pemahaman terhadap permasalahannya, mengembangkan komunikasi, memahami perilaku dan menemukan solusi bagaimana cara pemecahannya.
        Terapi keluarga dapat dilakukan sesama anggota keluarga dan tidak memerlukan orang lain, terapis keluarga hanya membantu untuk mengidentifikasi dan merubah masalah maladaptif, menjadi lebih sehat dan mengusahakan supaya keadaan dapat disesuaikan, terutama pada saat antara yang satu dengan yang lain berbeda. Fokus dari terapi ini, bukan individual, namun pada keluarga secara keseluruhan.
        Tujuan konseling keluarga terutama adalah untuk mengerti keluarga penderita gangguan skizofrenia, konseling keluarga dianggap cara baru untuk mengerti dan menangani penderita gangguan mental. Kemudian konseling keluarga tidak hanya berguna untuk menangani individu dalam konteks keluarga, tetapi juga keluarga yang tidak berfungsi baik.

2. Prinsip Terapi Keluarga
         Terapi keluarga didasarkan pada teori system (Van Bertalanffy, 1968) yang terdiri dari 3 prinsip. Pertama adalah kausalitas sirkular, artinya peristiwa berhubungan dan saling bergantung bukan ditentukan dalam sebab satu arah–efek perhubungan. Jadi, tidak ada anggota keluarga yang menjadi penyebab masalah lain; perilaku tiap anggota tergantung pada perbedaan tingkat antara satu dengan yang lainnya. Prinsip kedua, ekologi, mengatakan bahwa system hanya dapat dimengerti  sebagai pola integrasi, tidak sebagai kumpulan dari bagian komponen. Dalam system keluarga, perubahan perilaku salah satu anggota akan mempengaruhi yang lain. Prinsip ketiga adalah subjektivitas yang artinya tidak ada pandangan yang objektif terhadap suatu masalah, tiap anggota keluarga mempunyai persepsi sendiri dari masalah keluarga.
Terapi keluarga tidak bisa digunakan bila tidak mungkin untuk mempertahankan atau memperbaiki hubungan kerja antar anggota kunci keluarga. Tanpa adanya ksadaran akan pentingnya menyelesaikan masalah pada setiap anggota inti keluarga, maka terapi keluarga sulit dilaksanakan. Bahkan meskipun seluruh anggota keluarga datang atau mau terlibat, namun beberapa system dalam keluarga akan sangat rentan untuk terlibat dalam terapi keluarga.

3. Model Terapi Keluarga
a.    Behavioral
   Tujuan dari terapi behavioral adalah merubah konsekuaensi perilaku anatar pribadi yang mengarah pada penghilangan perilaku maladaptif atau problemnya. Kerangka umum dari pendekatan behavioral adalah masa kini yang lebih memfokuskan pada lingkungan interpersonal yang terpelihara dan muncul terus dalam pola perilaku terkini. Fungsi utama dari terapis adalah direktif, mengarahkan, membimbing atau model dari perilaku yang diinginkan dan negosiasi kontrak.

b.   Psikodinamika
   Tujuan dari terapi psikodinamika ini adalah pertumbuhan, pemenuhan lebih banyak pada pola interaksi yang lebih. Psikodinamikan memandang keluarga sebagai system dari interaksi kepribadian, duimana setiap individu mempunyai usb-sistem yang penting dalam keluarga, sebagaimana keluarga sebagai sebuah sub-sistem dalam sebuah komunitas. Terapis menjadi fasilitator yang menolong keluarga untuk menentukan tujuannya sendiri dan bergerak kearah mereka sebagaimana sebuah kelompok.
   Kerangka umum adalah masa lalu, sejarah dari pengalaman terdekat yang perlu diungkap. Aturan dari ketidaksadaran adalah konflik dari masa lalu yang tidak terselesaikan akan Nampak pada perilaku sadar seseorang secara kontineu untuk mrnghadapi situasi dan obyek yang ada sekarang. Fungsi utama dari terapis bersikap netral artinya membuat intepretasi tehadap pola perilaku individu dan keluarga.
c.    Bowenian
   Tujuan terapi adalah memaksimalkan diferensiasi diri pada masing-masing anggota keluarga. Kerangka umumnya dari Bowen adalah mengutamakan masa kini dan tetap memperhatikan latar belakang keluarga. Atauran dari ketidak sadaran adalah konsep terkini yang menyatakan konflik yang tidak disadari meskipun saat ini tampak pada masa interaktif. Fungsi utama dari terapis adalah langsung tapi tidak konfrontasi dan dilihat melalui penyatuan keluarga. Bowen mencoba menjembatani antara pendekatan yang berorientasi pada psikodinamika yang menekankan pada perkembangan diri, isu-isu antar generasi dan peran-peran masa laludengan pendekatan yang membatasi perhatian pada unit keluarga dan pengaruhnya dimasa kini.

B. Contoh Kasus

1. Permasalahan
Don                 : Father
                          Ex-Husband
                         Has Child Custody
Don adalah seorang ayah yang sangat menyayangi anak-anaknya. Tetapi ia tidak merasa demikian beberapa waktu terakhir karena ia merasa bahwa anak laki-lakinya telah menjadi seorang anak yang nakal dan menakutkan.
Angela             : Mother
                         Ex-Wife
                         Has Visitation Rights
Angela begitu heran dengan kelakuan anak laki-lakinya yaitu Ben. Namun yang membuat ia lebih heran lagi adalah mengapa suaminya mengizinkan Ben untuk minum minuman keras.
Heather           : Daughter
                          Sister
                           Student
            Heather mengatakan bahwa hubugannya dia dengan kedua orang tuanya sangat baik. Namun berbeda dengan hubungannya dengan kakaknya, Ben, ia merasa bahwa hubungannya dengan Ben sangat gila.
Ben                  : Son
                          Brother
                          Unemployed
Ben adalah sorang kakak yang pengangguran yang mempunyai hubungan yang sangat tidak baik dengan adik perempuannya.


2. Proses Terapi
            Terdapat 4 orang yang terlibat dalam proses terapi. Seorang terapis wanita, Don (ayah), Ben (anak laki-laki), dan Heather (anak perempuan). Terapi dilakukan di sebuah ruangan tertutup. Posisi duduk mereka membentuk setengah lingkaran, dengan ujung paling kiri yaitu Ben, kemudian di sebelahnya adalah terapis, setelah terapis adalah Heather, dan kemudian di ujung paling kanan adalah Don.
Awalnya, terapis mengatakan bahwa penting sekali membahas masalah hubungan antar anggota keluarga tersebut. Kemudian terapis juga meluruskan tentang peran orang tua dan anak dalam sebuah keluarga. Hal ini ditekankan kembali karena Don (ayah) cenderung membela Heather, anak perempuannya. Akan tetapi pada akhirnya Don dapat menyadari sikap seperti apa yang harus ia lakukan sebagai orang tua yang baik. Setelah itu terapis meminta ayah dan Ben untuk bertukar posisi duduk agar Ben dan Heather dapat duduk berdampingan.
Terapis mempersilahkan Heather untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya terhadap sosok Ben. Heather mengatakan bahwa ia merindukan sosok kakaknya yang seperti dulu dan ia merasa bahwa ia sudah tidak mengenali kakaknya lagi, yang sekarang ini dianggap sering berperilaku menyimpang. Misalnya saja sekarang Ben terbiasa pulang pagi dan juga berkata-kata kasar.
Setelah Heather selesai mengungkapkan apa yang ia rasakan dan pikirkan kemudian terapis meminta Ben untuk menanggapi apa yang disampaikan oleh adik perempuannya tersebut. Dan terungkaplah bahwa selama ini Ben merasa bahwa selama ini dia diperlakukan secara berbeda dengan adiknya.
Setelah mendengar pengakuan dari kedua kakak beradik tersebut, terapis pun berusaha memberikan insight pada sang ayah tentang akar permasalahan yang terjadi di antara Ben dan Heather. Dan di akhir sesi terapi, hubungan antar anggota keluarga tesebut pun terlihat menjadi lebih hangat. Terapi selesai.


3. Pembahasan
Salah satu bentuk intervensi Psikologi Keluarga adalah terapi keluarga. Terapi keluarga merupakan salah satu terapi modalitas yang melihat masalah individu dalam konteks lingkungan khususnya keluarga. Untuk dapat menjalankan terapi keluarga dengan baik diperlukan pendidikan dan latihan dengan dilandasi berbagai teoeri yaitu psikoterapi kelompok, konsep keluarga struktur dan fungsi keluarga, dinamika keluarga, terapi perilaku dan teori komunikasi.
Contoh kasus diatas dapat di kaitkan dengan terapi keluarga didasarkan pada teori system (Van Bertalanffy, 1968) yang terdiri dari 3 prinsip. Pertama adalah kausalitas sirkular, artinya peristiwa berhubungan dan saling bergantung bukan ditentukan dalam sebab satu arah–efek perhubungan. Jadi, tidak ada anggota keluarga yang menjadi penyebab masalah lain; perilaku tiap anggota tergantung pada perbedaan tingkat antara satu dengan yang lainnya. Prinsip kedua, ekologi, mengatakan bahwa system hanya dapat dimengerti  sebagai pola integrasi, tidak sebagai kumpulan dari bagian komponen. Dalam system keluarga, perubahan perilaku salah satu anggota akan mempengaruhi yang lain. Prinsip ketiga adalah subjektivitas yang artinya tidak ada pandangan yang objektif terhadap suatu masalah, tiap anggota keluarga mempunyai persepsi sendiri dari masalah keluarga.
Dalam prinsip pertama kausalitas sirkular yang menjelaskan bahwa peristiwa yang terjadi itu berhubungan dan saling bergantung, memiliki sebab atas perilaku Heather yang jelas di ungkapkan nya bahwa Heather merindukan Ben yang dulu dan Ben menyatakan bahwa Don telah bersikap pilih kasih. Model terapi keluarga yang digunakan oleh terapis pada kasus diatas adalah behavioral, dimana terapis berusaha untuk merubah perilaku maladaptif pada diri Ben dan mencoba untuk mempererat hubungan interpersonal antara Don, Ben, dan Heather.

Minggu, 15 Maret 2015

Apakah Itu Psikoterapi?

Psikoterapi. Jika teman-teman mendengar kata tersebut pasti teman-teman akan langsung berpikir bahwa kata tersebut ada hubungannya dengan dunia psikologi. Ya, untuk lebih jelasnya saya akan menuturkan sedikit mengenai psikoterapi.

Wolberg (1954) merumuskan bahwa psikoterapi sebagai suatu bentuk perawatan (atau perlakuan, treatmen) terhadap masalah yang timbul yang asalnya dari faktor emosi pada mana seorang yang terlatih, dengan terencana mengadakan hubungan profesional dengan pasien dengan tujuan memindahkan, mengubah sesuatu simtom dan mencegah agar simtom tidak muncul pada seseorang yang terganggu pola perilakunya, untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi secara lebih positif. Wolberg sendiri menggunakan kata "treatment" karena terpengaruh oleh kata "terapi" pada psikoterapi dalam dunia kedokteran yang berarti tindakan pengobatan dalam menyembuhkan pasien.

Sedangkan menurut Kamus Dewan (2002), psikoterapi ialah rawatan sakit jiwa atau gangguan mental dengan menggunakan kaedah psikologi. Tetapi, Branch (1981) beranggapan bahwa psikoterapi adalah proses dimana dua orang berinteraksi atau berusaha untuk mencapai pemahaman antara satu dengan lain bagi mencapai matlamat khusus yang menuju ke arah perkembangan diri. 

Jadi, bisa dikatakan bahwa psikoterapi merupakan suatu bentuk perawatan terhadap seseorang yang mengalami masalah atau gangguan mental yang terencana dengan mengadakan hubungan yang profesional antara dua orang saling berinteraksi bertujuan untuk memindahkan, mengubah suatu simtom dan mencegah simtom muncul kembali, serta meningkatkan perkembangan pribadi yang lebih positif.

Psikoterapi tentunya memiliki tujuan dalam pemberian perawatan pada pasien. Tujuan-tujuan tersebut antara lain ialah perawatan akut (intervensi krisis dan stabilisasi), rehabilitasi yakni memperbaiki gangguan perilaku berat, pemeliharaan yakni pencegahan keadaan memburuk jangka panjang, dan restrukturisasi yakni meningkatkan perubahan yang terus menerus pada pasien. Sedangkan unsur-unsur dari psikoterapi terdiri dari peran sosial dari psikoterapis, hubungan (persekutuan terapeutik), hak, retrospeksi, re-edukasi, rehabilitasi (memperbaiki gangguan perilaku berat), resosialisasi (mensosialisasikan ulang pada pasien), dan rekapitulasi.

Lalu, apakah teman-teman tahu apa perbedaan dari psikoterapi dengan konseling? Perbedaan antara psikoterapi dengan konseling menurut saya pribadi ialah terletak pada psikoterapi secara spesifik diterapkan terhadap penyakit klinis atau mental, dilakukan oleh psikoterapis (terapis umum atau terapis berkualitas), dan dalam psikoterapi terdapat pemberian perawatan / treatment pada pasien yang mengalami gangguan. Jika konseling, dapat dilakukan oleh semua orang (mulai dari pemuka agama sampai konselor profesional), dan cenderung ke arah pemecahan masalah dan tentunya konseling bersifat lebih praktis karena tidak adanya pemberian treatment.

Psikoterapi melakukan berbagai pendekatan terhadap mental illness :
1. Psychoanalysis & Psychodynamic : berfokus pada mengubah masalah perilaku, perasaan dan pikiran dengan cara memahami akar masalah yang biasanya tersembunyi di pikiran bawah sadar. Tujuan dari metode ini ialah agar klien bisa menyadari apa yang sebelumnya tidak disadarinya. Karena setiap gangguan merupakan adanya masalah di alam bawah sadar yang belum terselesaikan, sehingga harus menggali alam bawah sadar pasien untuk menemukan solusinya.
2. Behavior Therapy : berfokus pada hukum pembelajaran. Dimana perilaku seseorang dipengaruhi oleh proses belajar sepanjang hidup,\. Inti dari pendekatan ini ialah manusia bertindak secara otomatis karena membentuk asosiasi (hubungan sebab-akibat atau aksi-reaksi).
3. Cognitive Therapy : terapi ini mempunyai konsep bahwa perilaku manusia itu dipengaruhi oleh pikirannya. Maka dari itu pendekatan ini lebih berfokus pada memodifikasi pola pikiran untuk bisa mengubah perilaku. Dan pandangan pendekatan ini ialah bahwa disfungsi pikiran menyebabkan disfungsi perasaan dan disfungsi perilaku. Dan tujuan utama pendekatan ini ialah mengubah pola pikir dengan cara meningkatkan kesadaran dan berpikir rasional.
4. Humanistic Therapy : pendekatan ini menganggap bahwa setiap manusia itu unik dan setiap manusia, sebenarnya mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Setiap manusia dengan keunikannya bebas menentukan pilihan hidupnya sendiri. Maka dari itu, dalam terapi humanistik, seorang psikoterapis berperan sebagai fasilitator perubahan saja, bukan mengarahkan perubahan. Psikoterapis tidak mencoba untuk mempengaruhi klien, melainkan memberi kesempatan klien untuk memunculkan kesadaran dan berubah atas dasar kesadarannya sendiri.
5. Integrative/Holistic Therapy :  suatu psikoterapi gabungan yang bertujuan untuk menyembuhkan mental seseorang secara keseluruhan.

Bentuk-bentuk utama psikoterapi menurut Wolberg, yaitu :
1. Penyembuhan Supportif (Supportive Therapy) : perawatan dalam psikoterapi yang mempunyai tujuan untuk memperkuat benteng pertahanan (harga diri atau kepribadian), memperluas mekanisme pengarahan dan pengendalian emosi / kepribadian, dan pengembalian pada penyesuaian diri yang seimbang.
2. Penyembuhan Redukatif (Reeducative Therapy) : metode penyembuhan yang mempunyai tujuan untuk mengusahakan penyesuaian kembali, perubahan atau modifikasi sasaran / tujuan hidup, dann untuk menghidupkan kembali potensi.
3. Penyembuhan Rekonstruktif (Reconstructive Therapy) : bertujuan untuk menimbulkan pemahaman terhadap konflik yang tidak disadari agar terjadi perubahan struktur karakter dan untuk perluasan pertumbuhan kepribadian dengan mengembangkan potensi.




Daftar Pustaka
1.  Gunarsa, Singgih D. 2007. Konseling Dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia.
2. Mohammad Aziz Shah Mohamed Arip, Mohammad Nasir Bistaman, Ahmad Jazimin Jusoh, Syed Sofian Syed Salim, Noor Saper. 2009. Kemahiran Bimbingan & Kaunseling. Kuala Lumpur: PTS Professional Publishing.
3. Paul Morrison & Philip Burnard. 2002. Caring and Communicating Hubungan Interpersonal Dalam Keperawatan. Ed.2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
4. Residen Bagian Psikiatri UCLA. 1997. Buku Saku Psikiatri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Senin, 19 Januari 2015

Pelatihan dan Pengembangan

A. DEFINISI PELATIHAN

Menurut Mathis (2002), Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, proses ini terikat dengan berbagai tujuan organisasi, pelatihan dapat dipandang secara sempit maupun luas. Secara terbatas, pelatihan menyediakan para pegawai dengan pengetahuan yang spesifik dan dapat diketahui serta keterampilan yang digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini. Terkadang ada batasan yang ditarik antara pelatihan dengan pengembangan, dengan pengembangan yang bersifat lebih luas dalam cakupan serta memfokuskan pada individu untuk mencapai kemampuan baru yang berguna baik bagi pekerjaannya saat ini maupun di masa mendatang.
Sedangkan Payaman Simanjuntak (2005) mendefinisikan pelatihan merupakan bagian dari investasi SDM (human investment) untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, dan dengan demikian meningkatkan kinerja pegawai. Pelatihan biasanya dilakukan dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan jabatan, diberikan dalam waktu yang relatif pendek, untuk membekali seseorang dengan keterampilan kerja.
Pelatihan didefinisikan oleh Ivancevich sebagai “usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam pekerjaannya sekarang atau dalam pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera”. Selanjutnya, sehubungan dengan definisinya tersebut, Ivancevich (2008) mengemukakan sejumlah butir penting yang diuraikan di bawah ini: Pelatihan (training) adalah “sebuah proses sistematis untuk mengubah perilaku kerja seorang/sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi”. Pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaan yang sekarang dilakukan. Pelatihan berorientasi ke masa sekarang dan membantu pegawai untuk menguasai keterampilan dan kemampuan (kompetensi) yang spesifik untuk berhasil dalam pekerjaannya.
Pelatihan menurut Gary Dessler (2009) adalah Proses mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang, ketrampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka”. Pelatihan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam dunia kerja. Karyawan, baik yang baru ataupun yang sudah bekerja perlu mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat berubah akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya.


B. TUJUAN DAN SASARAN PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN

Tujuan umum pelatihan sebagai berikut : (1) untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif, (2) untuk mengembangkan pengetahuansehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, dan (3) untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan teman-teman pegawai dan dengan manajemen (pimpinan).
Sedangkan komponen-komponen pelatihan sebagaimana dijelaskan oleh Mangkunegara (2005) terdiri dari :
1)         Tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan dapat di ukur
2)         Para pelatih (trainer) harus ahlinya yang berkualitas memadai (profesional)
3)         Materi pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak di capai
4)         Peserta pelatihan dan pengembangan (trainers) harus memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Dalam pengembangan program pelatihan, agar pelatihan dapat bermanfaat dan mendatangkan keuntungan diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang sistematik. Secara umum ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi. Atau dengan istilah lain ada fase perencanaan pelatihan, fase pelaksanaan pelatihan dan fase pasca pelatihan.
Mangkunegara (2005) menjelaskan bahwa tahapan-tahapan dalam pelatihan dan pengembangan meliputi : (1) mengidentifikasi kebutuhan pelatihan / need assesment; (2) menetapkan tujuan dan sasaran pelatihan; (3) menetapkan kriteria keberhasilan dengan alat ukurnya; (4) menetapkan metode pelatihan; (5) mengadakan percobaan (try out) dan revisi; dan (6) mengimplementasikan dan mengevaluasi.


C. FAKTOR PSIKOLOGI DALAM PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN

Psikologi dalam pengertian umum adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah-laku manusia. Bagi orang awam seringkali Psikologi disebut dengan ilmu jiwa karena berhubungan dengan hal-hal psikologis/kejiwaan. Sama seperti ilmu-ilmu yang lain, maka Psikologi memiliki beberapa sub bidang seperti Psikologi Pendidikan, Psikologi Klinis, Psikologi Sosial, Psikologi Perkembangan, Psikologi Lintas Budaya, Psikologi Industri & Organisasi, Psikologi Lingkungan, Psikologi Olahraga, dan Psikologi Anak & Remaja. Dari beberapa sub bidang tersebut Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) merupakan bidang khusus yang memfokuskan perhatian pada penerapan-penerapan ilmu Psikologi bagi masalah-masalah  individu dalam perusahaan yang secara khusus menyangkut penggunaan sumber daya manusia dan perilaku organisasi
Secara umum berbagai teori, metode dan pendekatan Psikologi dapat dimanfaatkan di berbagai bidang dalam perusahaan.  Salah satu hasil riset yang dilakukan terhadap para manager HRD menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden menyebutkan Psikologi Industri dan Organisasi memberikan peran penting pada area-area seperti pengembangan manajemen SDM (rekrutmen, seleksi dan penempatan, pelatihan dan pengembangan), motivasi kerja, moral dan kepuasan kerja. 30% lagi memandang hubungan industrial sebagai area kontribusi dan yang lainnya menyebutkan peran penting PIO pada disain struktur organisasi dan desain pekerjaan
Dalam kenyataan sehari-hari banyak faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi seseorang dalam bekerja. Faktor-faktor tersebut seringkali tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan-pendekatan lain di luar psikologi. Contoh: dalam suatu team yang terdiri dari para pakar yang sangat genius  seringkali justru tidak menghasilkan performance yang baik dibandingkan dengan sebuah team yang terdiri dari orang-orang yang berkategori biasa-biasa saja.
Beberapa Fungsi Psikologi Industri dan Organisasi
1. Berfungsi sebagai mediator dalam hal-hal yang berorientasi pada produktivitas:melakukan pelatihan dan pengembangan, menciptakan manajemen keamanan kerja dan teknik-teknik pengawasan kinerja, meningkatkan motivasi dan moral kerja karyawan, menentukan sikap-sikap kerja yang baik dan mendorong munculnya kreativitas karyawan..
2. Berfungsi sebagai mediator dalam hal-hal yang berorientasi pada pemeliharaan:melakukan hubungan industrial (pengusaha-buruh-pemerintah), memastikan komunikasi internal perusahaan berlangsung dengan baik, ikut terlibat secara aktif dalam penentuan gaji pegawai dan bertanggung jawab atas dampak  yang ditimbulkannya, pelayanan berupa bimbingan, konseling dan therapi  bagi karyawan-karyawan yang mengalami masalah-masalah psikologis


D. TEKNIK DAN METODE PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN

Program-program pelatihan dan pengembangan dirancang untuk meningkatkan perestasi kerja, mengurangi absensi dan perputaran, serta memperbaiki kepuasan kerja. Ada dua kategori pokok program pelatihan dan pengembangan manajemen. (Decenzo & Robbins: 1999:230)
1. Metode praktis (on the job training)
2. Teknik-teknik presentasi informasi dan metode-metode simulasi (off the job training)
Masing-masing kategori mempunyai sasaran pengajaran sikap konsep atau pengetahuan dan/atau keterampilan utama yang berbeda. Dalam pemilihan teknik tertentu untuk dugunakan pada program pelatihan dan pengembangan, ada beberapa trade offs. Ini berarti tidak ada satu teknik yang selalu baik: metode tergantung pada sejauh mana suatu teknik memenuhi faktor-faktor berikut:
a.  Efektivitas biaya
b. Isi program yang dikehendaki
c. Kelayakan fasilitas-fasilitas
d. Preferensi dan kemampuan peserta
e. Preferensi dan kemampuan instruktur atau pelatih
f. Prinsip-prinsip belajar




Sumber :
1. Dessler, Gary. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Index
2. Ivancevich, John, M, dkk. 2008. Perilaku dan Manajemen Organisasi, jilid 1 dan 2 Jakarta : Erlangga
3. Mangkunegara, Anwar Prabu., 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung : Refika Aditama
4. Mathis R.L dan Jackson J.H, 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Salemba Empat
6.